Rabu, 28 November 2012

Contoh Pelanggaran Etika Bisnis 1

JAKARTA - Pimpinan Komisi XI DPR, menilai aksi korporasi yang dilakukan anak perusahaan Temasek Group melalui transaksi pembelian bersyarat DBS Group atas kepemilikan saham Fullerton Financial Holding, Pte Ltd (FFH) di Asia Financial Indonesia (FFI) pemilik 67,37 persen saham Bank Danamon melanggar norma dan etika berbisnis.

Pelanggaran etika itu terlihat pada dua bank yang beroperasi di Indonesia yaitu Bank Danamon dan DBS Bank sama sekali tidak mencantumkan rencana akuisisi dan merger usaha dalam rencana bisnis bank (RBB) yang diminta Bank Indonesia pada akhir 2011 lalu.

"Memang tidak ada aturan perbankan yang dilanggar tetapi secara etika DBS dan Temasek telah melanggar azas kepatuhan bisnis perbankan dan etika pasar modal," kata Wakil Ketua Komisi XI DPR, Achsanul Qosasi di Jakarta, Kamis (19/4).

Menurut Achsanul, aksi korporasi DBS sebagai langkah strategis untuk memiliki Bank Danamon. AFI diuntungkan karena memberikan kontribusi positif terhadap Fullerton yang merupakan milik Temasek dan hal ini merupakan aksi internal yang saling menguntungkan sesama Group Temasek.

"Transaksi ini memang belum terjadi dan mestinya bersifat rahasia, dengan bocornya aksi ini maka saham Danamon meningkat 40 persen. BI harus hati-hati menyikapinya, izin akuisisi harus diteliti dengan baik apalagi aksi ini tidak dimasukan dalam business plan mereka," kata Achsanul.

Bank sentral selaku regulator diminta mencermati perubahan pemegang saham pengendali secara utuh dari Fullerton ke DBS.

Obligasi Rekapitalisasi

Dia mengatakan, Bank Danamon hingga saat ini masih tercatat sebagai salah satu bank penerima obligasi rekapitalisasi dari pemerintah saat krisis moneter 1998 lalu, sehingga tiap tahun bank tersebut menerima bunga dari obligasi yang dibayarkan melalui Anggaran pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Danamon kata Achsanul tercatat masih memiliki 32 triliun rupiah obligasi rekapitalisasi. Hal itu harus disadari pemegang saham Danamon, kalau bank itu merupaan bagian dari investasi pemerintah dan rakyat Indonesia.

"Lemahnya aturan perbankan kita membuat orang asing seenaknya melecehan otoritas keuangan Indonesia," kata Achsanul.

BI tambahnya, mesti berani membatasi dan membuat syarat-syarat yang khusus agar pihak asing tidak mudah mengambil alih perbankan Nasional. Aturan yang ada saat ini sangat liberal, sehingga memudahan investor asing mengakuisisi bank nasional. Sebab itu, Komisi XI akan merevisi undang-undang perbankan dan Undang-undang BI agar ke depan determinasi asing terhadap perbanan bisa dibatasi.

Wakil Ketua Komisi XI DPR lainnya, Harry Azhar Aziz mengatakan dalam revisi UU perbankan Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2012. Dalam revisi UU tersebut, DPR berencana membatasi kepemilikan asing di bank nasional. Kemudian, akan diatur mengenai batas waktu kapan divestasi saham bisa dilakukan dan regulasi resiprokal juga akan tertuang didalamnya.

"Itu akan jadi perdebatan, kita lihat saja ke arah mana perdebatan tapi saya akan mengusulkan tentang aturan tersebut," kata Harry.

Sumber: koran-jakarta.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar