JAKARTA - Pimpinan Komisi XI DPR, menilai aksi korporasi yang dilakukan
anak perusahaan Temasek Group melalui transaksi pembelian bersyarat DBS
Group atas kepemilikan saham Fullerton Financial Holding, Pte Ltd (FFH)
di Asia Financial Indonesia (FFI) pemilik 67,37 persen saham Bank
Danamon melanggar norma dan etika berbisnis.
Pelanggaran etika
itu terlihat pada dua bank yang beroperasi di Indonesia yaitu Bank
Danamon dan DBS Bank sama sekali tidak mencantumkan rencana akuisisi dan
merger usaha dalam rencana bisnis bank (RBB) yang diminta Bank
Indonesia pada akhir 2011 lalu.
"Memang tidak ada aturan
perbankan yang dilanggar tetapi secara etika DBS dan Temasek telah
melanggar azas kepatuhan bisnis perbankan dan etika pasar modal," kata
Wakil Ketua Komisi XI DPR, Achsanul Qosasi di Jakarta, Kamis (19/4).
Menurut
Achsanul, aksi korporasi DBS sebagai langkah strategis untuk memiliki
Bank Danamon. AFI diuntungkan karena memberikan kontribusi positif
terhadap Fullerton yang merupakan milik Temasek dan hal ini merupakan
aksi internal yang saling menguntungkan sesama Group Temasek.
"Transaksi
ini memang belum terjadi dan mestinya bersifat rahasia, dengan bocornya
aksi ini maka saham Danamon meningkat 40 persen. BI harus hati-hati
menyikapinya, izin akuisisi harus diteliti dengan baik apalagi aksi ini
tidak dimasukan dalam business plan mereka," kata Achsanul.
Bank sentral selaku regulator diminta mencermati perubahan pemegang saham pengendali secara utuh dari Fullerton ke DBS.
Obligasi Rekapitalisasi
Dia
mengatakan, Bank Danamon hingga saat ini masih tercatat sebagai salah
satu bank penerima obligasi rekapitalisasi dari pemerintah saat krisis
moneter 1998 lalu, sehingga tiap tahun bank tersebut menerima bunga dari
obligasi yang dibayarkan melalui Anggaran pendapatan dan Belanja Negara
(APBN).
Danamon kata Achsanul tercatat masih memiliki 32
triliun rupiah obligasi rekapitalisasi. Hal itu harus disadari pemegang
saham Danamon, kalau bank itu merupaan bagian dari investasi pemerintah
dan rakyat Indonesia.
"Lemahnya aturan perbankan kita membuat orang asing seenaknya melecehan otoritas keuangan Indonesia," kata Achsanul.
BI
tambahnya, mesti berani membatasi dan membuat syarat-syarat yang khusus
agar pihak asing tidak mudah mengambil alih perbankan Nasional. Aturan
yang ada saat ini sangat liberal, sehingga memudahan investor asing
mengakuisisi bank nasional. Sebab itu, Komisi XI akan merevisi
undang-undang perbankan dan Undang-undang BI agar ke depan determinasi
asing terhadap perbanan bisa dibatasi.
Wakil Ketua Komisi XI DPR
lainnya, Harry Azhar Aziz mengatakan dalam revisi UU perbankan Nomor
10 tahun 1998 tentang Perbankan telah masuk dalam Program Legislasi
Nasional (Prolegnas) tahun 2012. Dalam revisi UU tersebut, DPR berencana
membatasi kepemilikan asing di bank nasional. Kemudian, akan diatur
mengenai batas waktu kapan divestasi saham bisa dilakukan dan regulasi
resiprokal juga akan tertuang didalamnya.
"Itu akan jadi
perdebatan, kita lihat saja ke arah mana perdebatan tapi saya akan
mengusulkan tentang aturan tersebut," kata Harry.
Sumber: koran-jakarta.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar